BAB I
PENDAHULUAN
Sejarah perang korea terjadi
akibat pengaruh dari dua negara yang kuat pada saat itu, yakni AS dan Uni
Soviet yang masing-masing memiliki aliansi dan ingin menyebarkan paham mereka
masing. Salah satunya Korea Selatan dipengaruhi oleh paham liberalisme negara
Amerikan, Britania Raya, Kanada dan Australia sedangkan Korea Utara dipengaruhi
oleh Uni Soviet dan Republik Rakyat Cina yang perpaham Komunis.
Perang Korea ini sering disebut
dengan banyak sebutan salah satunya adalah Perang diamandatkan (Proxy war)
antara Amerika Serikat dan sekutu PBB-nya dan negara-negara Komunis Uni Soviet
dan Republik Rakyat Cina yang juga anggota PBB. Sekutu Korea Utara, seperti
Republik Rakyat Tiongkok, menyediakan kekuatan militer, sementara Uni Soviet
yang menyediakan penasihat perang dan pilot pesawat, dan juga persenjataan,
untuk pasukan Tiongkok dan Korea Utara. Di Amerika Serikat konflik ini
diistilahkan sebagai aksi polisional di bawah bendera PBB daripada sebuah
perang, dikarenakan untuk menghilangkan keperluan kongres mengumumkan perang.
Di Amerika Serikat, perang ini secara
resmi dideskripsikan sebagai aksi polisional karena tidak adanya deklarasi
perang resmi dari Kongres AS. Dalam bahasa sehari-hari, perang ini juga sering
disebut Perang yang Terlupakan dan Perang yang Tidak Diketahui karena dianggap
sebagai urusan PBB, berakhir dengan kebuntuan (stalemate), sedikitnya korban
dari pihak AS, dan kurang jelasnya isu-isu menjadi penyebab perang ini, bila
dibandingkan dengan Perang Vietnam dan Perang Dunia II.
Di Korea Selatan, perang ini
biasa disebut sebagai Perang 6-2-5 (yuk-i-o jeonjaeng) yang mencerminkan
tanggal dimulainya perang pada 25 Juni. Sementara itu, di Korea Utara, perang
ini secara resmi disebut Choguk haebang chǒnjaeng ("perang pembebasan
tanah air"). Perang Korea juga disebut Chosǒn chǒnjaeng ("Perang Joseo",
Joseon adalah sebutan Korea Utara untuk tanah Korea).
Perang Korea secara resmi disebut
Chao Xian Zhan Zheng (Perang Korea) di Republik Rakyat Cina. Kata "Chao
Xian" merujuk ke Korea pada umumnya, dan secara resmi Korea Utara.Istilah
Perang Korea juga dapat menyatakan pertempuran sebelum invasi maupun setelah
gencatan senjata dilakukan.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
SEJARAH
KORE
Sejarah awal Korea berkisar di
sekitar kerajaan kuno Choson yang muncul sekitar 2.300 tahun sebelum Masehi.
Pada sekitar abad ke 2 sebelum Masehi, bangsa Cina mendirikan koloni di daerah
kerajaan tersebut. Namun, lima abad kemudian, bangsa Korea mengusir mereka
keluar. Sejak itu, muncul sebuah kerajaan, yaitu kerajaan Silla. Kerajaan Silla
(668 – 935) membawa puncak ilmu pengetahuan dan budaya yang besar. Akibat
adanya kerusuhan yang terjadi di dalam negeri pada abad ke 10, dinasti Silla
jatuh dan digantikan oleh dinasti Koryo. Selama periode kepemimpinan dinasti
Koryo (935 – 1392, Korea mengalami banyak serbuan. Tentara Mongol yang dipimpin
oleh Genghis Khan menyerbu dan akhirnya menguasa Korea sehingga Korea menjadi
bagian kekaisaran Mongol.
Setelah runtuhnya Mongol pada akhir abad ke
14, berbagai golongan bangsawan dan militer berusaha memegang kekuasaan di
Korea . Akhirnya, seorang jenderal yang bernama Yi Sung-Gy menghilangkan
pemerintahan yang korup dan mendirikan dinasti Yi (1392 – 1910). Kongfucuisme
diperkenalkan sebagai agama resmi. Reformasi politik dan social dimulai. Ibu
kota negara dipindahkan dari Kaesong ke Seoul . Namun , Korea masih tetap
terancam oleh Cina dan Jepang. Kedua negara tersebut ingin menguasai Korea
untuk memperluas wilayah mereka. Setelah serangan yang gagal dari kepang pada
tahun 1592 – 1598, Korea jatuh di bawah kekuasaan Manchu dari utara. Beberapa
abad berikutnya, Korea menutup diri dari pergaulan dunia menjadi negara
pertapa. Pada tahun 1800-an, Rusia, Jepang, dan Cina bersaing untuk menguasai
Korea . Setelah perang Rusia – Jepang pada tahun 1904 - 1905, Jepang bergerak
ke semenanjung Korea dan mendudukinya pada tahun 1910. Pada tahun 1919,
penduduk Korea mengadakan demonstrasi secara damai karena menginginkan
kemerdekaan. Akan tetapi, polisi Jepang membubarkannya, malah ada yang dibunuh
dalam aksi tersebut.
Pada tahun 1945, di akhir perang dunia II,
tentara Uni Soviet menduduki bagian utara Korea sedangkan tentara Amerika di
bagian selatan. Setelah membuat suatu perjanjian, Korea dibagi sejajar dengan
garis lintang 38˚. Pada bagian selatan berdirilah Republik Korea , sedangkan di
daerah utara didirikan Republik Demokratik Rakyat Komunis. Pada tanggal 25 Juni
1950, tentara Korea Utara menyerang Korea Selatan dalam upaya menyatukan Korea
dibawah kekuasaan komunis. Korea Utara yang memakai persenjataan yang
disediakan oleh Uni Soviet menang atas Korea Selatan. Akan tetapi, atas bantuan
PBB, Korea Selatan diselamatkan atas kekalahan dan pertempuran pun diakhiri
dengan gencatan senjata pada bulan Juli 1953. Sejak saat itu, berbagai
perundingan yang dilakukan untuk menyatukan Korea selalu gagal.
2.
PEMISAHAN
KOREA
Pada Konferensi Potsdam
(Juli—Agustus 1945), Sekutu secara sepihak memutuskan untuk membagi Korea tanpa
melakukan konsultasi dengan pihak Korea sendiri. Hal ini tidak sesuai dengan
Konferensi Kairo (November 1943), ketika Churchill, Chiang Kai-shek, dan
Franklin D. Roosevelt mendeklarasikan bahwa Korea harus menjadi negara bebas
dan merdeka. Selain itu, sebelumnya, Konferensi Yalta (Februari 1945)
mengizinkan Stalin membangun "zona penyangga" Eropa — negara satelit
yang berada di bawah Moskwa, sebagai
balasan karena telah membantu Amerika Serikat di Perang Pasifik melawan Jepang.
Pada tanggal 10 Agustus, Tentara
Merah menguasai bagian utara semenanjung Korea, sebagaimana yang telah
disepakati, dan pada tanggal 26 Agustus berhenti di paralel utara ke-38 selama
3 minggu untuk menunggu kedatangan pasukan Amerika Serikat di Selatan. Pada
hari itu pula, dengan semakin dekatnya jadwal kapitulasi Jepang (15 Agustus),
Amerika Serikat ragu Uni Soviet akan mengakui peran mereka dalam "komisi
bersama", perjanjian pendudukan Korea yang disponsori Amerika Serikat.
Sebulan sebelumnya, untuk memenuhi persyaratan politik-militer Amerika Serikat,
Kolonel Dean Rusk dan Charles Bonesteel III membagi semenanjung Korea menjadi
dua di garis lintang 38 derajat setelah dengan terburu-buru (tiga puluh menit)
memutuskan bahwa Daerah Pendudukan AS di Korea harus setidaknya memiliki dua
pelabuhan.
Untuk menjelaskan mengapa zona
demarkasi (paralel ke-38) terlalu selatan, Rusk mengatakan, "bahkan
meskipun perbatasan itu lebih ke utara daripada yang dapat secara realistis
dicapai oleh pasukan Amerika, dalam hal terjadi perselisihan Soviet... kami
merasa penting untuk menyertakan ibu kota Korea sebagai tanggung jawab pasukan
Amerika," terutama ketika "dihadapkan dengan kurangnya jumlah pasukan
AS yang tersedia, juga faktor ruang dan waktu, yang mengakibatkan sulitnya
pasukan mencapai lebih jauh ke utara sebelum pasukan Soviet sampai terlebih
dahulu.” Pasukan Soviet setuju dengan demarkasi itu.
Dengan berkuasanya pemerintahan
militer, Jenderal John R. Hodge secara langsung mengontrol Korea Selatan
(USAMGIK 1945–48). Ia memperkuat kontrolnya dengan cara: pertama, mengembalikan
kekuasaan administrator-administrator kunci kolonial Jepang dan juga polisi
kolabolatornya; kedua menolak pengakuan USAMGIK terhadap Republik Rakyat Korea
(Agustus–September 1945)—pemerintahan sementara Korea yang mulai berkuasa di
semenanjung Korea—karena dianggap sebagai komunis. Kebijakan AS, yang menolak
pemerintahan populer di Korea, menimbulkan gejolak dalam masyarakat, dan
mengakibatkan munculnya Perang Saudara Korea. Pada 3 September 1945, Letnan
Jendral Yoshio Kozuki, komandan, Tentara Wilayah ke-17 Jepang, menghubungi
Hodge, mengatakan bahwa tentara Soviet mulai bergerak ke arah selatan lintang
38 derajat di Kaesong. Hodge mempercayai keakuratan informasi itu.
Pada Desember 1945, Korea di
bawah Komisi Bersama AS-Uni Soviet menyetujui Konferensi Menteri Luar Negeri
Moskwa (Oktober 1945), lagi-lagi tanpa melibatkan pihak Korea. Komisi tersebut
memutuskan bahwa negara tersebut akan merdeka setelah lima tahun di bawah
kepemimpinan dewan perwalian. Rakyat Korea marah dan memulai revolusi di
Selatan, beberapa hanya melakukan protes, sisanya mengangkat senjata untuk
menahannya, USAMGIK melarang demonstrasi (8 Desember 1945) dan mencabut
perlindungan hukum terhadap Pemerintahan Revolusioner dan Komite Rakyat
Republik Rakyat Korea pada 12 Desember 1945.
Penindasan kedaulatan ini
mengakibatkan 8.000 pekerja kereta api berunjuk rasa pada 23 September 1946 di
Pusan, yang kemudian menyebar ke seluruh wilayah Korea yang dikuasai AS;
USAMGIK pun kehilangan kekuasaannya. Pada 1 Oktober 1946, polisi Korea membunuh
tiga mahasiswa dalam "Pemberontakan Daegu"; rakyat menyerang balik
dan membunuh 38 polisi. Demikian pula pada tanggal 3 Oktober, sekitar 10.000
orang menyerang kantor polisi Yeongcheon, membunuh tiga anggota polisi dan
melukai 40 orang lainnya; di tempat lain, massa membunuh 20 tuan tanah dan
pejabat Korea Selatan yang pro-Jepang. USAMGIK mendeklarasikan hukum perang untuk
mengontrol Korea Selatan.
Kelompok sayap-kanan
Representative Democratic Council, yang dipimpin oleh nasionalis Syngman Rhee,
menentang perwalian Soviet-Amerika di Korea, berpendapat bahwa setelah tiga
puluh lima tahun (1910–45) dikuasai pemerintah kolonial Jepang (pemerintah
asing), rakyat Korea menolak dipimpin pemerintahan asing lainnya, termasuk AS
dan Soviet. Untuk mendapatkan keuntungan dari memanasnya suhu perpolitikan, AS
keluar dari Persetujuan Moskwa—dan membentuk pemerintahan sipil anti-komunis di
Korea Selatan. AS juga melakukan pemilu yang kemudian ditentang, dan diboikot
oleh Uni Soviet untuk memaksa AS mematuhi Persetujuan Moskwa.
Resultan pemerintah anti-komunis
Korea Selatan yang mengumumkan secara resmi konstitusi politik nasional (17 July
1948) memilih Syngman Rhee (20 July 1948) sebagai presiden dan mendirikan
Republik Korea Selatan pada 15 Agustus 1948. Demikian juga di Zona Pendudukan
Rusia, Uni Soviet mendirikan pemerintahan komunis Korea Utara yang dipimpin
oleh Kim Il-sung. Presiden Korea Selatan Syngman Rhee mengusir komunis dan
anggota kelompok sayap kiri dari panggung perpolitikan nasional. Merasa dicabut
haknya, mereka pergi ke daerah perbukitan dan bersiap melakukan perang gerilya
melawan pemerintahan Republik Korea yang disokong oleh Amerika Serikat.
Para nasionalis, baik Syngman
Rhee dan Kim Il-Sung, bermaksud menyatukan Korea, namun di bawah sistem politik
yang dianut masing-masing pihak. Dengan persenjataan yang lebih baik, Korea
Utara berhasil meningkatkan ketegangan di perbatasan, dan kemudian menyerang
setelah sebelumnya melakukan provokasi. Sebaliknya, Korea Selatan, dengan
bantuan terbatas dari Amerika Serikat, tidak mampu menandinginya. Pada awal
masa Perang Dingin itu, pemerintah AS menganggap semua komunis dari bangsa
apapun adalah anggota blok Komunis yang dikontrol atau setidaknya mendapat
pengaruh dari pemerintahan Moskwa; akibatnya AS mengaggap perang sipil di Korea
sebagai manuver hegemoni dari Uni Soviet.
Tentara AS mundur dari Korea
tahun 1949, meninggalkan tentara Korea Selatan dengan sedikit persenjataan. Di
lain pihak, Uni Soviet memberikan bantuan persenjataan dalam jumlah banyak ke
tentara Korea Utara dan mendukung rencana invasi Kim Il-Sung.
3.
TERJADINYA
PERANG
Pada masa PD II Korea adalah
milik Jepang, setelah Jepang menyerah pada 1945, seperti halnya yang terjadi
pada Jerman, daerah-daerah rampasan perang dibagi dua oleh tarik ulur kekuatan2
pemenang perang, yaitu AS dan sekutunya (liberalis) dan Soviet (komunis).
Jadilah daerah utara yang lebih dekat ke RRC berpaham komunis, dan selatan
mendapat dukungan AS. Kepentingan AS tentu penguasaan semenanjung Korea dalam
menghadapi perang dingin melawan USSR dan RRC, di kemudian hari. Masing-masing
kepala 'boneka' baik di utara (Kim Il Sung) maupun selatan (Syngman
Rhee)berusaha mempersatukan semenanjung Korea menurut garis politik
masing-masing. Kim memutuskan untuk memulai penyerangan ke selatan, dan pada
pertengahan 1950 Stalin menyetujuinya. Pada Juni 1950, 135.000 prajurit Korut
menyerbu melintas perbatasan (38th parallel). Mereka meligitimasi serangan
dengan menyatakan bahwa tentara Korsel telah lebih dulu melanggar perbatasan.
Perang dimulai.
Seoul jatuh ke tangan Korut
(akhir juni 1950), Presiden Truman kemudian memerintahkan Mc Arthur yang
mengepalai US Army di Jepang untuk membantu Korea, Truman terbang ke PBB
meminta dukungan dan pada 27 Juni beberapa negara barat siap tandang ke Korea,
perang pertama antara tentara AS vs Korut dimulai pada 5 juli,Mc Arthur
mengadakan operasi Incheon untuk menusuk pasukan Korut dari belakang (September
1950), Pyongyang jatuh ke tangan sekutu (Oktober 1950), RRC ikut memasuki medan
pertempuran atas perintah PM Zhou Enlai dengan 270.000 tentara pada 25 Oktober,
tentara AS mundur pada akhir November 1950, kembali Seoul jatuh ke tangan Korut
pada Januari 1951, Truman memecat Mc Arthur dari posisi komandan tentara AS
(April 1951) karena beberapa faktor antara lain karena keinginannya untuk
membom atom RRC, diadakan negosiasi damai di Kaesong korea selatan (Juli 1951),
Presiden baru AS Eisenhower mencoba menghentikan konflik dan datang ke Korea
pada November 1952, Selanjutnya dibangun DMZ (Demilitarized Zone) pada Juli
1953, hingga hari ini penyelesaian damai belum memperoleh kejelasan secara
final.
Lebih dari 2 juta orang tewas termasuk
tentara AS dan RRC, 85% dari sekitar 1 juta orang Korsel yang tewas adalah
warga sipil, hampir setengah juta tentara AS tewas, dan lebih dari 700.000
tentara RRC serta beberapa ratus pilot Soviet jadi korban. Yang lebih
traumatis, lebih dari 7 juta orang terpaksa harus kehilangan/terpisah dari
sanak familinya. Perang Korea benar2 merupakan 'proxy war' antara Soviet vs AS.
Dan tak cuma Korea yang jadi kebrutalan pertentangan politik 2 kutub itu, sebut
saja Vietnam dan (mungkin) juga Indonesia.
Perang Korea memberi arti dalam
perkembangan seni perang udara jarak dekat. Masa transisi dari pesawat bermesin
propeller ke jet membuka cakrawala baru itu. Jet sangat berbeda dengan
propeller. Kecepatan dan teknologinya tinggi. Sepintas terlihat ia lebih unggul
dibanding pesawat bermesin propeller. Tapi yang terjadi beberapa di antara jet
tempur itu ada yang berhasil dijatuhkan lawan yang hanya menggunakan pesawat
bermesin propeller.
Sebelum perang, rencana
menyatukan Semenanjung Korea menjadi satu negara komunis terlihat enteng.
Kekuatan udara Korea Selatan (ROKAF-Republic of Korean Air Force) hanya terdiri
16 pesawat latih tak bersenjata dan pesawat intai. Tak seberapa dibandingkan
dengan AU Korea Utara (NKAF-North Korean Air Force) yang kala itu memiliki 70 Yak-9
dan La-11. Belum lagi ditambah dengan 62 Il-10 yang mampu mencapai garis depan
dengan cepat. Campur tangan Soviet atas kekuatan AU Korea Utara memang cukup
kuat. Tanpa berat hati Soviet merelakan pesawat-pesawat buatannya memperkuat
NKAF. Amerika, seteru Soviet, tampak kehabisan energi setelah membabat Jepang
di front Asia selama PD II. Akibatnya, mengawali konflik, Amerika hanya
menyertakan beberapa gelintir pemburu jarak pendeknya, F-80 Shooting Star dan
'si kembar' F-82 Twin Mustang yang berpangkalan di Jepang.
Namun dengan kekuatan terbatas
itu, Amerika dan sekutunya masih mampu menjatuhkan lawan-lawannya, seperti yang
terjadi tanggal 27 Juni 1950 di mana Shooting Star berhasil merontokkan
Ilyushin Il-10 NKAF, tepat sehari sebelum Bandara Kimpo jatuh ke tangan pasukan
merah. Peristiwanya sendiri terjadi ketika satu flight F-80 C Shooting Star
yang terdiri dari empat pesawat asal Skadron Pembom-tempur 35 USAF bertugas
memberi perlindungan udara upaya evakuasi warga Amerika dari Kimpo. Berdasar
data intel, diketahui pada hari itu akan terjadi serangan dari NKAF. Shooting
Star bertugas melakukan pencegatan antara garis pararel 38 (perbatasan-Red) di
Utara dan Suwon di Selatan. Tim pencegat terdiri dari Komandan flight Kapten
Raymond Schilleref, pemegang ace Mustang zaman PD II, diperkuat dengan tiga
pesawat lain yang diawaki Letnan Robert E. Wayne sebagai ujung tombak. Letnan
Ralph G. "Smiley" Hall di posisi nomor dua (wingman). Terakhir adalah
Letnan Robert H. Dewald di posisi nomor empat. Setibanya di lokasi pesawatpun
berpencar, tapi dua diantaranya selalu heading ke utara.
Seharusnya konflik di Semenanjung
Korea sudah bisa diakhiri pada bulan November 1950, dengan catatan pasukan
Amerika dan PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) dibawah komando Jenderal Mc Arthur
tak ngotot merengsek ke wilayah Korut. Arthur sendiri menganggap langkahnya
penting oleh karena adanya laporan yang menyebutkan tanda-tanda peningkatan
kekuatan militer Cina di garis belakang Korut. Pembom B-29 Superfotress versi
intai yang berpangkalan di Jepang mengintip hal yang sama, seperti adanya
peningkatan aktivitas pemburu MiG-15 Fagot di sebelah Utara Sungai Yalu. Bila
tak ditangani, cepat atau lambat pesawat jet pencegat bersayap tekuk asal Rusia
ini akan berhadapan dengan pencegat-pencegat PBB.
Akibat serbuan PBB, 19 Oktober
1950 Pyongyang jatuh ke tangan Amerika dan konconya. Oleh Cina kejatuhan
Pyongyang dianggap sebagai ancaman atas kedaulatannya. Cina pernah mengingatkan
Amerika dan Sekutu agar tidak melangkah melewati perbatasan yang lebih dikenal
dengan Garis Pararel 38. Dan kini Amerika melanggarnya. Cina semakin siaga,
terlebih setelah memboyong pemerintahan Kim Il Sung ke Negeri Tirai Bambu enam
hari sebelumnya.
Apa boleh buat Militer Cina harus
turun tangan, termasuk dengan kekuatan udaranya. Tak tanggung-tanggung pada
tanggal 3 November 1950, 50 divisi tentara merah dengan kekuatan setengah juta
orang langsung menyeberangi Sungai Yalu yang merupakan perbatasan Cina dengan
Semenanjung Korea. Serbuan ini menandakan babak baru pada Konflik Korea.
Kimpo, 17 Desember. Cuaca cerah
menyelimuti bandara yang sekarang menjadi pangkalan aju (pangkalan terdepan)
Wing ke-4. Setelah sehari sebelumnya hujan salju turun cukup deras membuat
Sabre-Sabre yang ada tak berkutik. Ketika jarum jam menunjukkan angka 14.00
waktu setempat, empat buah F-86 A menggelegar menembus angkasa. Tiap pesawat
dicanteli bahan bakar cadangan sebanyak 1.000 liter. Cukup untuk mencapai
sasaran dan 'bermain' sebentar di udara. Sementara keenam senapan mesin kaliber
12,7 milimeter sudah terisi penuh dengan 2.000 biji peluru berdaya ledak tinggi
(HEI-High Explosive Incendiary). Tujuannya adalah Sinuiju yang letaknya
berbatasan langsung dengan Cina dekat muara Sungai Yalu.
Letnan Kolonel Bruce Hinton,
komandan pangkalan aju, berada di pesawat yang terdepan. Sesampainya di
Sinuiju, Bruce mengurangi kecepatan hingga menyamai kecepatan F-80. Ia cuma
ingin mengelabui radar Cina dan memancing keluar MiG-nya. Lima mil sebelah
Selatan Sinuiju, keempat Sabre berbelok ke kanan dan menyusuri Sungai Yalu.
Mereka terbang berjauhan pada ketinggian 20.000 kaki.
Benar saja, rekan Hinton
berteriak melalui radionya. "Bogies! (sebutan musuh di udara), musuh di
arah jam sembilan di bawah, crossing!" Terlihat empat pesawat swept wing
berwarna keperak-perakan bergerak cepat, memotong jalur terbang Sabre sejauh
satu mil didepan.
"Lepas bahan bakar
cadangan!" perintah Hinton. Perintah itu tak diikuti oleh Sabre yang lain.
Rupanya alat komunikasi miliknya mati. Padahal gerombolan MiG sudah melihat
kehadiran Sabre dan berputar menanjak menuju arahnya. Apa boleh buat, Hinton
menyongsong MiG sendirian. Dengan kecepatan mencapai Mach 0,95, Ia menukik
sampai pada posisi jam 5 dari gerombolan ini. MiG nomor dua menjadi incaran
Hinton. MiG ini menghindar dengan gerakan berputar ke arah samping sambil
ber-zig-zag. Hinton membuntutinya dengan gerakan yang sama, sambil terus
mengunci sasaran pada pembidik senapan mesin di kokpitnya.
Saat buruan masuk jarak tembak
(sekitar 1.500 kaki darinya), serta-merta Hinton membuka tembakan dengan
semburan pendek dari keenam senapan mesinnya. Blam-blam, peluru-peluru kaliber
12,7 milimeter merobek tepat di bagian tengah badan MiG sebelah kiri yang
disusul dengan kepulan asap putih. Sementara itu MiG-MiG yang lain tak sempat
lagi menolong karena sibuk meladeni Sabre lain.
Buruan Hinton cedera, tapi
rupanya masih terus bertahan dengan membuka-tutup air brake yang terletak di
bawah ekor. Merasa belum berhasil mencetak skor, Hinton kembali menghajarnya.
Blam-blam-blam. Kali ini saluran gas buang (tailpipe) menjadi sasaran. Seketika
asap tebal dan lidah api mengepul dari ruang mesin. Musuh benar-benar
kehilangan kecepatan. Hinton nyaris saja menabraknya. Jarak keduanya tinggal
lima kaki. Untung Hinton cepat-cepat mengurangi kecepatan pesawatnya.
Tapi mengapa MiG itu belum
meledak juga pikir Hinton. Padahal sudah compang camping. Merasa penasaran,
lagi-lagi Hinton berputar menyerang untuk ketiga kalinya. Semburan panjang
senapan mesinnya menghujani bagian kokpit dan pangkal sayap. Tak ayal lagi
tubuh MiG oleng dan menghujam ke hamparan salju.
Hari itu Letnan Kolonel Bruce
Hinton menjadi pilot Sabre pertama yang berhasil membantai MiG-15 dalam suatu
duel udara. Pengalaman ini menjadi pengalaman baru bagi Hinton. Ternyata tak
mudah menjatuhkan burung besi asal Uni Soviet ini. Setelah kejadian itu,
berpuluh pertempuran udara terjadi, salah satu yang terbesar terjadi pada
tanggal 1 Mei 1951 dengan melibatkan 50-an MiG dan tiga lusin F-86 Sabre.
Lagi-lagi Sungai Yalu kembali menjadi saksi bisu duel udara di atasnya.
Ace merupakan catatan khusus bagi
mereka yang berhasil menjatuhkan pesawat musuh dalam jumlah terbanyak. Pemegang
ace minimal harus menjatuhkan lima pesawat lawan. Selama konflik Korea
berlangsung, Kapten Joseph McConnell Jr. memegang rekor pertama ace dengan
korban 16 pesawat lawan. Urutan kedua, Mayor James 'Jim' Jabara dengan 15
pesawat. Meski berada di urutan kedua, Jabara lah orang pertama yang berhasil
menyandang gelar ace dalam Perang Korea.
Kisah ace Jabara bermula tanggal
3 April 1951. Hari itu Jabara bersama sebelas rekannya dari Skadron Buru Sergap
ke-344 tinggal landas dari Lanud Suwon. Seperti biasa tugasnya menghalau
gerombolan MiG yang coba-coba menerobos Sungai Yalu dari arah utara. Beruntung
bagi Jabara, saat itu memergoki 12 MiG yang kebablasan masuk wilayah Korea.
Jabara mengincar MiG nomor 10 yang coba menghindar dengan berbalik arah ke
Sungai Yalu.
Mengetahui buruannya berusaha
kabur, seketika itu Jabara berusaha mengejarnya dengan menukik tajam tanpa
ditemani satu Sabre pun. Alhasil kejar-kejaranpun berlangsung di ketinggian
rendah. Setelah ekor MiG terkunci pada pembidik, seketika itu juga keenam
senapan mesin Jabara menyemburkan pelurunya. Blast --MiG--pun terbakar hebat
dan langsung oleng ke kanan menghujam Dataran Sungai Yalu. Skor pertama terukir
bagi Jabara.
Keberhasilan ini diikuti dengan
sukses-sukses berikutnya. Sampai tanggal 22 April, empat MiG sudah menjadi
korbannya, yang berarti kurang dari satu bulan. Tinggal selangkah lagi Jabara
akan meraih gelar ace. Maka tak heran saat skadronnya mendapat giliran
beristirahat di Jepang, pria keturunan Libanon ini lebih memilih untuk tetap
bertugas. Walau untuk itu Ia harus pindah ke skadron lain, Skadron Buru Sergap
ke-355.
Kesempatan meraih gelar ace
terbuka pada tanggal 20 Mei 1951. Bersama tujuh Sabre lainnya, Jabara
meninggalkan Lanud Suwon. Tujuannya tak lain adalah Sungai Yalu yang ditempuh
melalui Laut Cina. Begitu sampai, sekitar 30 MiG menyambut hangat kedatangan
Sabre asal skadron 355 ini. Buru-buru Kapten James Roberts-komandan flight
memerintahkan semua Sabre melepaskan tangki cadangannya. Sial bagi Jabara,
Sabre-nya oleng saat akan melepas tangki cadangan. Rupanya salah satu tangki
masih tercantel di sayapnya, macet. Akibatnya keseimbangan pesawat jadi terganggu.
Untuk menstabilkan pesawatnya, Jabara mesti mengerahkan dua tangannya pada
tongkat kemudi.
Walau pesawat dalam keadaan
cacat, tetap saja Jabara nekat menyerang tiga MiG yang saat itu ada di
depannya. Ketiga MiG berpencar, dua diantaranya bahkan balik menembak dari arah
samping dan atas. Tongkat kemudi Sabre ditarik penuh, demikian pula pada dapur
pacu dibikin maksimal. Tiba-tiba dengan sekali hentakan, pesawat melakukan
tikungan tajam. Hanya dalam hitungan detik, Jabara dapat meloloskan diri dari jebakan
ini.
Sekarang posisi Jabara ada di
belakang penyerang. Jabara sekarang menjadi pemburu. Setelah sampai pada jarak
tembak, keenam senapan mesin Sabre menyemburkan peluru ke bagian ekor MiG.
Boom-- MiG terbakar hebat dan menghujam deras dari ketinggian 27.000 kaki ke
10.000 kaki. Beruntung pada ketinggian ini pilot MiG dapat menyelamatkan diri.
Dengan ditemani oleh Wingmannya, Letnan Salvadore Kemp, Jabara membuntuti
buruannya yang sudah tak berdaya untuk memastikan MiG yang ditembaknya
benar-benar jatuh.
Dalam pertempuran ini juga,
Jabara masih menambah satu korban lagi yang membuat jumlah total MiG yang
dibabatnya menjadi enam buah. Skor yang lebih dari cukup bagi Jabara buat
menyandang gelar ace. Sekaligus menjadikannya pilot Sabre pertama yang menyabet
gelar itu.
4.
AKHIR
PERANG
Perang ini berakhir pada 27 Juli
1953 saat Amerika Serikat, Republik Rakyat Cina, dan Korea Utara menandatangani
persetujuan gencatan senjata. Presiden Korea Selatan, Syngman Rhee, menolak
menandatanganinya namun berjanji menghormati kesepakatan gencatan senjata
tersebut. Namun secara resmi, perang ini belum berakhir sampai dengan saat ini.
KESIMPULAN
Perang yang terjadi disebabkan
oleh kedua kubu yang memiliki masing-masing paradigm/paham yang ingin
mempengaruhi Negara. Salah satunya Korea Selatan dan Korea Utara yang tidak
lain kedua Negara tersebut adalah satu Negara. Pada dasarnya Perang Korea ini
adalah perang yang Dimandatkan pada kedua Negara tersebut yang ingin menguasi
berbagi sumber daya yang di miliki masing-masing Negara yang mereka pengaruhi.
REFERENSI
·
www.
Sejarah Perang Korea.htm
Bisa saya copy enggak?
BalasHapus