Minggu, 01 April 2012

SEJARAH PERANG KOREA


BAB I
PENDAHULUAN
Sejarah perang korea terjadi akibat pengaruh dari dua negara yang kuat pada saat itu, yakni AS dan Uni Soviet yang masing-masing memiliki aliansi dan ingin menyebarkan paham mereka masing. Salah satunya Korea Selatan dipengaruhi oleh paham liberalisme negara Amerikan, Britania Raya, Kanada dan Australia sedangkan Korea Utara dipengaruhi oleh Uni Soviet dan Republik Rakyat Cina yang perpaham Komunis.
Perang Korea ini sering disebut dengan banyak sebutan salah satunya adalah Perang diamandatkan (Proxy war) antara Amerika Serikat dan sekutu PBB-nya dan negara-negara Komunis Uni Soviet dan Republik Rakyat Cina yang juga anggota PBB. Sekutu Korea Utara, seperti Republik Rakyat Tiongkok, menyediakan kekuatan militer, sementara Uni Soviet yang menyediakan penasihat perang dan pilot pesawat, dan juga persenjataan, untuk pasukan Tiongkok dan Korea Utara. Di Amerika Serikat konflik ini diistilahkan sebagai aksi polisional di bawah bendera PBB daripada sebuah perang, dikarenakan untuk menghilangkan keperluan kongres mengumumkan perang.
Di Amerika Serikat, perang ini secara resmi dideskripsikan sebagai aksi polisional karena tidak adanya deklarasi perang resmi dari Kongres AS. Dalam bahasa sehari-hari, perang ini juga sering disebut Perang yang Terlupakan dan Perang yang Tidak Diketahui karena dianggap sebagai urusan PBB, berakhir dengan kebuntuan (stalemate), sedikitnya korban dari pihak AS, dan kurang jelasnya isu-isu menjadi penyebab perang ini, bila dibandingkan dengan Perang Vietnam dan Perang Dunia II.
Di Korea Selatan, perang ini biasa disebut sebagai Perang 6-2-5 (yuk-i-o jeonjaeng) yang mencerminkan tanggal dimulainya perang pada 25 Juni. Sementara itu, di Korea Utara, perang ini secara resmi disebut Choguk haebang chǒnjaeng ("perang pembebasan tanah air"). Perang Korea juga disebut Chosǒn chǒnjaeng ("Perang Joseo", Joseon adalah sebutan Korea Utara untuk tanah Korea).
Perang Korea secara resmi disebut Chao Xian Zhan Zheng (Perang Korea) di Republik Rakyat Cina. Kata "Chao Xian" merujuk ke Korea pada umumnya, dan secara resmi Korea Utara.Istilah Perang Korea juga dapat menyatakan pertempuran sebelum invasi maupun setelah gencatan senjata dilakukan.



BAB II
PEMBAHASAN
1.      SEJARAH KORE
Sejarah awal Korea berkisar di sekitar kerajaan kuno Choson yang muncul sekitar 2.300 tahun sebelum Masehi. Pada sekitar abad ke 2 sebelum Masehi, bangsa Cina mendirikan koloni di daerah kerajaan tersebut. Namun, lima abad kemudian, bangsa Korea mengusir mereka keluar. Sejak itu, muncul sebuah kerajaan, yaitu kerajaan Silla. Kerajaan Silla (668 – 935) membawa puncak ilmu pengetahuan dan budaya yang besar. Akibat adanya kerusuhan yang terjadi di dalam negeri pada abad ke 10, dinasti Silla jatuh dan digantikan oleh dinasti Koryo. Selama periode kepemimpinan dinasti Koryo (935 – 1392, Korea mengalami banyak serbuan. Tentara Mongol yang dipimpin oleh Genghis Khan menyerbu dan akhirnya menguasa Korea sehingga Korea menjadi bagian kekaisaran Mongol.
    Setelah runtuhnya Mongol pada akhir abad ke 14, berbagai golongan bangsawan dan militer berusaha memegang kekuasaan di Korea . Akhirnya, seorang jenderal yang bernama Yi Sung-Gy menghilangkan pemerintahan yang korup dan mendirikan dinasti Yi (1392 – 1910). Kongfucuisme diperkenalkan sebagai agama resmi. Reformasi politik dan social dimulai. Ibu kota negara dipindahkan dari Kaesong ke Seoul . Namun , Korea masih tetap terancam oleh Cina dan Jepang. Kedua negara tersebut ingin menguasai Korea untuk memperluas wilayah mereka. Setelah serangan yang gagal dari kepang pada tahun 1592 – 1598, Korea jatuh di bawah kekuasaan Manchu dari utara. Beberapa abad berikutnya, Korea menutup diri dari pergaulan dunia menjadi negara pertapa. Pada tahun 1800-an, Rusia, Jepang, dan Cina bersaing untuk menguasai Korea . Setelah perang Rusia – Jepang pada tahun 1904 - 1905, Jepang bergerak ke semenanjung Korea dan mendudukinya pada tahun 1910. Pada tahun 1919, penduduk Korea mengadakan demonstrasi secara damai karena menginginkan kemerdekaan. Akan tetapi, polisi Jepang membubarkannya, malah ada yang dibunuh dalam aksi tersebut.
    Pada tahun 1945, di akhir perang dunia II, tentara Uni Soviet menduduki bagian utara Korea sedangkan tentara Amerika di bagian selatan. Setelah membuat suatu perjanjian, Korea dibagi sejajar dengan garis lintang 38˚. Pada bagian selatan berdirilah Republik Korea , sedangkan di daerah utara didirikan Republik Demokratik Rakyat Komunis. Pada tanggal 25 Juni 1950, tentara Korea Utara menyerang Korea Selatan dalam upaya menyatukan Korea dibawah kekuasaan komunis. Korea Utara yang memakai persenjataan yang disediakan oleh Uni Soviet menang atas Korea Selatan. Akan tetapi, atas bantuan PBB, Korea Selatan diselamatkan atas kekalahan dan pertempuran pun diakhiri dengan gencatan senjata pada bulan Juli 1953. Sejak saat itu, berbagai perundingan yang dilakukan untuk menyatukan Korea selalu gagal.
2.      PEMISAHAN KOREA
Pada Konferensi Potsdam (Juli—Agustus 1945), Sekutu secara sepihak memutuskan untuk membagi Korea tanpa melakukan konsultasi dengan pihak Korea sendiri. Hal ini tidak sesuai dengan Konferensi Kairo (November 1943), ketika Churchill, Chiang Kai-shek, dan Franklin D. Roosevelt mendeklarasikan bahwa Korea harus menjadi negara bebas dan merdeka. Selain itu, sebelumnya, Konferensi Yalta (Februari 1945) mengizinkan Stalin membangun "zona penyangga" Eropa — negara satelit yang berada di bawah Moskwa,  sebagai balasan karena telah membantu Amerika Serikat di Perang Pasifik melawan Jepang.
Pada tanggal 10 Agustus, Tentara Merah menguasai bagian utara semenanjung Korea, sebagaimana yang telah disepakati, dan pada tanggal 26 Agustus berhenti di paralel utara ke-38 selama 3 minggu untuk menunggu kedatangan pasukan Amerika Serikat di Selatan. Pada hari itu pula, dengan semakin dekatnya jadwal kapitulasi Jepang (15 Agustus), Amerika Serikat ragu Uni Soviet akan mengakui peran mereka dalam "komisi bersama", perjanjian pendudukan Korea yang disponsori Amerika Serikat. Sebulan sebelumnya, untuk memenuhi persyaratan politik-militer Amerika Serikat, Kolonel Dean Rusk dan Charles Bonesteel III membagi semenanjung Korea menjadi dua di garis lintang 38 derajat setelah dengan terburu-buru (tiga puluh menit) memutuskan bahwa Daerah Pendudukan AS di Korea harus setidaknya memiliki dua pelabuhan.
Untuk menjelaskan mengapa zona demarkasi (paralel ke-38) terlalu selatan, Rusk mengatakan, "bahkan meskipun perbatasan itu lebih ke utara daripada yang dapat secara realistis dicapai oleh pasukan Amerika, dalam hal terjadi perselisihan Soviet... kami merasa penting untuk menyertakan ibu kota Korea sebagai tanggung jawab pasukan Amerika," terutama ketika "dihadapkan dengan kurangnya jumlah pasukan AS yang tersedia, juga faktor ruang dan waktu, yang mengakibatkan sulitnya pasukan mencapai lebih jauh ke utara sebelum pasukan Soviet sampai terlebih dahulu.” Pasukan Soviet setuju dengan demarkasi itu.
Dengan berkuasanya pemerintahan militer, Jenderal John R. Hodge secara langsung mengontrol Korea Selatan (USAMGIK 1945–48). Ia memperkuat kontrolnya dengan cara: pertama, mengembalikan kekuasaan administrator-administrator kunci kolonial Jepang dan juga polisi kolabolatornya; kedua menolak pengakuan USAMGIK terhadap Republik Rakyat Korea (Agustus–September 1945)—pemerintahan sementara Korea yang mulai berkuasa di semenanjung Korea—karena dianggap sebagai komunis. Kebijakan AS, yang menolak pemerintahan populer di Korea, menimbulkan gejolak dalam masyarakat, dan mengakibatkan munculnya Perang Saudara Korea. Pada 3 September 1945, Letnan Jendral Yoshio Kozuki, komandan, Tentara Wilayah ke-17 Jepang, menghubungi Hodge, mengatakan bahwa tentara Soviet mulai bergerak ke arah selatan lintang 38 derajat di Kaesong. Hodge mempercayai keakuratan informasi itu.
Pada Desember 1945, Korea di bawah Komisi Bersama AS-Uni Soviet menyetujui Konferensi Menteri Luar Negeri Moskwa (Oktober 1945), lagi-lagi tanpa melibatkan pihak Korea. Komisi tersebut memutuskan bahwa negara tersebut akan merdeka setelah lima tahun di bawah kepemimpinan dewan perwalian. Rakyat Korea marah dan memulai revolusi di Selatan, beberapa hanya melakukan protes, sisanya mengangkat senjata untuk menahannya, USAMGIK melarang demonstrasi (8 Desember 1945) dan mencabut perlindungan hukum terhadap Pemerintahan Revolusioner dan Komite Rakyat Republik Rakyat Korea pada 12 Desember 1945.
Penindasan kedaulatan ini mengakibatkan 8.000 pekerja kereta api berunjuk rasa pada 23 September 1946 di Pusan, yang kemudian menyebar ke seluruh wilayah Korea yang dikuasai AS; USAMGIK pun kehilangan kekuasaannya. Pada 1 Oktober 1946, polisi Korea membunuh tiga mahasiswa dalam "Pemberontakan Daegu"; rakyat menyerang balik dan membunuh 38 polisi. Demikian pula pada tanggal 3 Oktober, sekitar 10.000 orang menyerang kantor polisi Yeongcheon, membunuh tiga anggota polisi dan melukai 40 orang lainnya; di tempat lain, massa membunuh 20 tuan tanah dan pejabat Korea Selatan yang pro-Jepang. USAMGIK mendeklarasikan hukum perang untuk mengontrol Korea Selatan.
Kelompok sayap-kanan Representative Democratic Council, yang dipimpin oleh nasionalis Syngman Rhee, menentang perwalian Soviet-Amerika di Korea, berpendapat bahwa setelah tiga puluh lima tahun (1910–45) dikuasai pemerintah kolonial Jepang (pemerintah asing), rakyat Korea menolak dipimpin pemerintahan asing lainnya, termasuk AS dan Soviet. Untuk mendapatkan keuntungan dari memanasnya suhu perpolitikan, AS keluar dari Persetujuan Moskwa—dan membentuk pemerintahan sipil anti-komunis di Korea Selatan. AS juga melakukan pemilu yang kemudian ditentang, dan diboikot oleh Uni Soviet untuk memaksa AS mematuhi Persetujuan Moskwa.
Resultan pemerintah anti-komunis Korea Selatan yang mengumumkan secara resmi konstitusi politik nasional (17 July 1948) memilih Syngman Rhee (20 July 1948) sebagai presiden dan mendirikan Republik Korea Selatan pada 15 Agustus 1948. Demikian juga di Zona Pendudukan Rusia, Uni Soviet mendirikan pemerintahan komunis Korea Utara yang dipimpin oleh Kim Il-sung. Presiden Korea Selatan Syngman Rhee mengusir komunis dan anggota kelompok sayap kiri dari panggung perpolitikan nasional. Merasa dicabut haknya, mereka pergi ke daerah perbukitan dan bersiap melakukan perang gerilya melawan pemerintahan Republik Korea yang disokong oleh Amerika Serikat.
Para nasionalis, baik Syngman Rhee dan Kim Il-Sung, bermaksud menyatukan Korea, namun di bawah sistem politik yang dianut masing-masing pihak. Dengan persenjataan yang lebih baik, Korea Utara berhasil meningkatkan ketegangan di perbatasan, dan kemudian menyerang setelah sebelumnya melakukan provokasi. Sebaliknya, Korea Selatan, dengan bantuan terbatas dari Amerika Serikat, tidak mampu menandinginya. Pada awal masa Perang Dingin itu, pemerintah AS menganggap semua komunis dari bangsa apapun adalah anggota blok Komunis yang dikontrol atau setidaknya mendapat pengaruh dari pemerintahan Moskwa; akibatnya AS mengaggap perang sipil di Korea sebagai manuver hegemoni dari Uni Soviet.
Tentara AS mundur dari Korea tahun 1949, meninggalkan tentara Korea Selatan dengan sedikit persenjataan. Di lain pihak, Uni Soviet memberikan bantuan persenjataan dalam jumlah banyak ke tentara Korea Utara dan mendukung rencana invasi Kim Il-Sung.
3.      TERJADINYA PERANG
Pada masa PD II Korea adalah milik Jepang, setelah Jepang menyerah pada 1945, seperti halnya yang terjadi pada Jerman, daerah-daerah rampasan perang dibagi dua oleh tarik ulur kekuatan2 pemenang perang, yaitu AS dan sekutunya (liberalis) dan Soviet (komunis). Jadilah daerah utara yang lebih dekat ke RRC berpaham komunis, dan selatan mendapat dukungan AS. Kepentingan AS tentu penguasaan semenanjung Korea dalam menghadapi perang dingin melawan USSR dan RRC, di kemudian hari. Masing-masing kepala 'boneka' baik di utara (Kim Il Sung) maupun selatan (Syngman Rhee)berusaha mempersatukan semenanjung Korea menurut garis politik masing-masing. Kim memutuskan untuk memulai penyerangan ke selatan, dan pada pertengahan 1950 Stalin menyetujuinya. Pada Juni 1950, 135.000 prajurit Korut menyerbu melintas perbatasan (38th parallel). Mereka meligitimasi serangan dengan menyatakan bahwa tentara Korsel telah lebih dulu melanggar perbatasan. Perang dimulai.
Seoul jatuh ke tangan Korut (akhir juni 1950), Presiden Truman kemudian memerintahkan Mc Arthur yang mengepalai US Army di Jepang untuk membantu Korea, Truman terbang ke PBB meminta dukungan dan pada 27 Juni beberapa negara barat siap tandang ke Korea, perang pertama antara tentara AS vs Korut dimulai pada 5 juli,Mc Arthur mengadakan operasi Incheon untuk menusuk pasukan Korut dari belakang (September 1950), Pyongyang jatuh ke tangan sekutu (Oktober 1950), RRC ikut memasuki medan pertempuran atas perintah PM Zhou Enlai dengan 270.000 tentara pada 25 Oktober, tentara AS mundur pada akhir November 1950, kembali Seoul jatuh ke tangan Korut pada Januari 1951, Truman memecat Mc Arthur dari posisi komandan tentara AS (April 1951) karena beberapa faktor antara lain karena keinginannya untuk membom atom RRC, diadakan negosiasi damai di Kaesong korea selatan (Juli 1951), Presiden baru AS Eisenhower mencoba menghentikan konflik dan datang ke Korea pada November 1952, Selanjutnya dibangun DMZ (Demilitarized Zone) pada Juli 1953, hingga hari ini penyelesaian damai belum memperoleh kejelasan secara final.
Lebih dari 2 juta orang tewas termasuk tentara AS dan RRC, 85% dari sekitar 1 juta orang Korsel yang tewas adalah warga sipil, hampir setengah juta tentara AS tewas, dan lebih dari 700.000 tentara RRC serta beberapa ratus pilot Soviet jadi korban. Yang lebih traumatis, lebih dari 7 juta orang terpaksa harus kehilangan/terpisah dari sanak familinya. Perang Korea benar2 merupakan 'proxy war' antara Soviet vs AS. Dan tak cuma Korea yang jadi kebrutalan pertentangan politik 2 kutub itu, sebut saja Vietnam dan (mungkin) juga Indonesia.
Perang Korea memberi arti dalam perkembangan seni perang udara jarak dekat. Masa transisi dari pesawat bermesin propeller ke jet membuka cakrawala baru itu. Jet sangat berbeda dengan propeller. Kecepatan dan teknologinya tinggi. Sepintas terlihat ia lebih unggul dibanding pesawat bermesin propeller. Tapi yang terjadi beberapa di antara jet tempur itu ada yang berhasil dijatuhkan lawan yang hanya menggunakan pesawat bermesin propeller.
Sebelum perang, rencana menyatukan Semenanjung Korea menjadi satu negara komunis terlihat enteng. Kekuatan udara Korea Selatan (ROKAF-Republic of Korean Air Force) hanya terdiri 16 pesawat latih tak bersenjata dan pesawat intai. Tak seberapa dibandingkan dengan AU Korea Utara (NKAF-North Korean Air Force) yang kala itu memiliki 70 Yak-9 dan La-11. Belum lagi ditambah dengan 62 Il-10 yang mampu mencapai garis depan dengan cepat. Campur tangan Soviet atas kekuatan AU Korea Utara memang cukup kuat. Tanpa berat hati Soviet merelakan pesawat-pesawat buatannya memperkuat NKAF. Amerika, seteru Soviet, tampak kehabisan energi setelah membabat Jepang di front Asia selama PD II. Akibatnya, mengawali konflik, Amerika hanya menyertakan beberapa gelintir pemburu jarak pendeknya, F-80 Shooting Star dan 'si kembar' F-82 Twin Mustang yang berpangkalan di Jepang.
Namun dengan kekuatan terbatas itu, Amerika dan sekutunya masih mampu menjatuhkan lawan-lawannya, seperti yang terjadi tanggal 27 Juni 1950 di mana Shooting Star berhasil merontokkan Ilyushin Il-10 NKAF, tepat sehari sebelum Bandara Kimpo jatuh ke tangan pasukan merah. Peristiwanya sendiri terjadi ketika satu flight F-80 C Shooting Star yang terdiri dari empat pesawat asal Skadron Pembom-tempur 35 USAF bertugas memberi perlindungan udara upaya evakuasi warga Amerika dari Kimpo. Berdasar data intel, diketahui pada hari itu akan terjadi serangan dari NKAF. Shooting Star bertugas melakukan pencegatan antara garis pararel 38 (perbatasan-Red) di Utara dan Suwon di Selatan. Tim pencegat terdiri dari Komandan flight Kapten Raymond Schilleref, pemegang ace Mustang zaman PD II, diperkuat dengan tiga pesawat lain yang diawaki Letnan Robert E. Wayne sebagai ujung tombak. Letnan Ralph G. "Smiley" Hall di posisi nomor dua (wingman). Terakhir adalah Letnan Robert H. Dewald di posisi nomor empat. Setibanya di lokasi pesawatpun berpencar, tapi dua diantaranya selalu heading ke utara.
Seharusnya konflik di Semenanjung Korea sudah bisa diakhiri pada bulan November 1950, dengan catatan pasukan Amerika dan PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) dibawah komando Jenderal Mc Arthur tak ngotot merengsek ke wilayah Korut. Arthur sendiri menganggap langkahnya penting oleh karena adanya laporan yang menyebutkan tanda-tanda peningkatan kekuatan militer Cina di garis belakang Korut. Pembom B-29 Superfotress versi intai yang berpangkalan di Jepang mengintip hal yang sama, seperti adanya peningkatan aktivitas pemburu MiG-15 Fagot di sebelah Utara Sungai Yalu. Bila tak ditangani, cepat atau lambat pesawat jet pencegat bersayap tekuk asal Rusia ini akan berhadapan dengan pencegat-pencegat PBB.
Akibat serbuan PBB, 19 Oktober 1950 Pyongyang jatuh ke tangan Amerika dan konconya. Oleh Cina kejatuhan Pyongyang dianggap sebagai ancaman atas kedaulatannya. Cina pernah mengingatkan Amerika dan Sekutu agar tidak melangkah melewati perbatasan yang lebih dikenal dengan Garis Pararel 38. Dan kini Amerika melanggarnya. Cina semakin siaga, terlebih setelah memboyong pemerintahan Kim Il Sung ke Negeri Tirai Bambu enam hari sebelumnya.
Apa boleh buat Militer Cina harus turun tangan, termasuk dengan kekuatan udaranya. Tak tanggung-tanggung pada tanggal 3 November 1950, 50 divisi tentara merah dengan kekuatan setengah juta orang langsung menyeberangi Sungai Yalu yang merupakan perbatasan Cina dengan Semenanjung Korea. Serbuan ini menandakan babak baru pada Konflik Korea.
Kimpo, 17 Desember. Cuaca cerah menyelimuti bandara yang sekarang menjadi pangkalan aju (pangkalan terdepan) Wing ke-4. Setelah sehari sebelumnya hujan salju turun cukup deras membuat Sabre-Sabre yang ada tak berkutik. Ketika jarum jam menunjukkan angka 14.00 waktu setempat, empat buah F-86 A menggelegar menembus angkasa. Tiap pesawat dicanteli bahan bakar cadangan sebanyak 1.000 liter. Cukup untuk mencapai sasaran dan 'bermain' sebentar di udara. Sementara keenam senapan mesin kaliber 12,7 milimeter sudah terisi penuh dengan 2.000 biji peluru berdaya ledak tinggi (HEI-High Explosive Incendiary). Tujuannya adalah Sinuiju yang letaknya berbatasan langsung dengan Cina dekat muara Sungai Yalu.
Letnan Kolonel Bruce Hinton, komandan pangkalan aju, berada di pesawat yang terdepan. Sesampainya di Sinuiju, Bruce mengurangi kecepatan hingga menyamai kecepatan F-80. Ia cuma ingin mengelabui radar Cina dan memancing keluar MiG-nya. Lima mil sebelah Selatan Sinuiju, keempat Sabre berbelok ke kanan dan menyusuri Sungai Yalu. Mereka terbang berjauhan pada ketinggian 20.000 kaki.
Benar saja, rekan Hinton berteriak melalui radionya. "Bogies! (sebutan musuh di udara), musuh di arah jam sembilan di bawah, crossing!" Terlihat empat pesawat swept wing berwarna keperak-perakan bergerak cepat, memotong jalur terbang Sabre sejauh satu mil didepan.
"Lepas bahan bakar cadangan!" perintah Hinton. Perintah itu tak diikuti oleh Sabre yang lain. Rupanya alat komunikasi miliknya mati. Padahal gerombolan MiG sudah melihat kehadiran Sabre dan berputar menanjak menuju arahnya. Apa boleh buat, Hinton menyongsong MiG sendirian. Dengan kecepatan mencapai Mach 0,95, Ia menukik sampai pada posisi jam 5 dari gerombolan ini. MiG nomor dua menjadi incaran Hinton. MiG ini menghindar dengan gerakan berputar ke arah samping sambil ber-zig-zag. Hinton membuntutinya dengan gerakan yang sama, sambil terus mengunci sasaran pada pembidik senapan mesin di kokpitnya.
Saat buruan masuk jarak tembak (sekitar 1.500 kaki darinya), serta-merta Hinton membuka tembakan dengan semburan pendek dari keenam senapan mesinnya. Blam-blam, peluru-peluru kaliber 12,7 milimeter merobek tepat di bagian tengah badan MiG sebelah kiri yang disusul dengan kepulan asap putih. Sementara itu MiG-MiG yang lain tak sempat lagi menolong karena sibuk meladeni Sabre lain.
Buruan Hinton cedera, tapi rupanya masih terus bertahan dengan membuka-tutup air brake yang terletak di bawah ekor. Merasa belum berhasil mencetak skor, Hinton kembali menghajarnya. Blam-blam-blam. Kali ini saluran gas buang (tailpipe) menjadi sasaran. Seketika asap tebal dan lidah api mengepul dari ruang mesin. Musuh benar-benar kehilangan kecepatan. Hinton nyaris saja menabraknya. Jarak keduanya tinggal lima kaki. Untung Hinton cepat-cepat mengurangi kecepatan pesawatnya.
Tapi mengapa MiG itu belum meledak juga pikir Hinton. Padahal sudah compang camping. Merasa penasaran, lagi-lagi Hinton berputar menyerang untuk ketiga kalinya. Semburan panjang senapan mesinnya menghujani bagian kokpit dan pangkal sayap. Tak ayal lagi tubuh MiG oleng dan menghujam ke hamparan salju.
Hari itu Letnan Kolonel Bruce Hinton menjadi pilot Sabre pertama yang berhasil membantai MiG-15 dalam suatu duel udara. Pengalaman ini menjadi pengalaman baru bagi Hinton. Ternyata tak mudah menjatuhkan burung besi asal Uni Soviet ini. Setelah kejadian itu, berpuluh pertempuran udara terjadi, salah satu yang terbesar terjadi pada tanggal 1 Mei 1951 dengan melibatkan 50-an MiG dan tiga lusin F-86 Sabre. Lagi-lagi Sungai Yalu kembali menjadi saksi bisu duel udara di atasnya.
Ace merupakan catatan khusus bagi mereka yang berhasil menjatuhkan pesawat musuh dalam jumlah terbanyak. Pemegang ace minimal harus menjatuhkan lima pesawat lawan. Selama konflik Korea berlangsung, Kapten Joseph McConnell Jr. memegang rekor pertama ace dengan korban 16 pesawat lawan. Urutan kedua, Mayor James 'Jim' Jabara dengan 15 pesawat. Meski berada di urutan kedua, Jabara lah orang pertama yang berhasil menyandang gelar ace dalam Perang Korea.
Kisah ace Jabara bermula tanggal 3 April 1951. Hari itu Jabara bersama sebelas rekannya dari Skadron Buru Sergap ke-344 tinggal landas dari Lanud Suwon. Seperti biasa tugasnya menghalau gerombolan MiG yang coba-coba menerobos Sungai Yalu dari arah utara. Beruntung bagi Jabara, saat itu memergoki 12 MiG yang kebablasan masuk wilayah Korea. Jabara mengincar MiG nomor 10 yang coba menghindar dengan berbalik arah ke Sungai Yalu.
Mengetahui buruannya berusaha kabur, seketika itu Jabara berusaha mengejarnya dengan menukik tajam tanpa ditemani satu Sabre pun. Alhasil kejar-kejaranpun berlangsung di ketinggian rendah. Setelah ekor MiG terkunci pada pembidik, seketika itu juga keenam senapan mesin Jabara menyemburkan pelurunya. Blast --MiG--pun terbakar hebat dan langsung oleng ke kanan menghujam Dataran Sungai Yalu. Skor pertama terukir bagi Jabara.
Keberhasilan ini diikuti dengan sukses-sukses berikutnya. Sampai tanggal 22 April, empat MiG sudah menjadi korbannya, yang berarti kurang dari satu bulan. Tinggal selangkah lagi Jabara akan meraih gelar ace. Maka tak heran saat skadronnya mendapat giliran beristirahat di Jepang, pria keturunan Libanon ini lebih memilih untuk tetap bertugas. Walau untuk itu Ia harus pindah ke skadron lain, Skadron Buru Sergap ke-355.
Kesempatan meraih gelar ace terbuka pada tanggal 20 Mei 1951. Bersama tujuh Sabre lainnya, Jabara meninggalkan Lanud Suwon. Tujuannya tak lain adalah Sungai Yalu yang ditempuh melalui Laut Cina. Begitu sampai, sekitar 30 MiG menyambut hangat kedatangan Sabre asal skadron 355 ini. Buru-buru Kapten James Roberts-komandan flight memerintahkan semua Sabre melepaskan tangki cadangannya. Sial bagi Jabara, Sabre-nya oleng saat akan melepas tangki cadangan. Rupanya salah satu tangki masih tercantel di sayapnya, macet. Akibatnya keseimbangan pesawat jadi terganggu. Untuk menstabilkan pesawatnya, Jabara mesti mengerahkan dua tangannya pada tongkat kemudi.
Walau pesawat dalam keadaan cacat, tetap saja Jabara nekat menyerang tiga MiG yang saat itu ada di depannya. Ketiga MiG berpencar, dua diantaranya bahkan balik menembak dari arah samping dan atas. Tongkat kemudi Sabre ditarik penuh, demikian pula pada dapur pacu dibikin maksimal. Tiba-tiba dengan sekali hentakan, pesawat melakukan tikungan tajam. Hanya dalam hitungan detik, Jabara dapat meloloskan diri dari jebakan ini.
Sekarang posisi Jabara ada di belakang penyerang. Jabara sekarang menjadi pemburu. Setelah sampai pada jarak tembak, keenam senapan mesin Sabre menyemburkan peluru ke bagian ekor MiG. Boom-- MiG terbakar hebat dan menghujam deras dari ketinggian 27.000 kaki ke 10.000 kaki. Beruntung pada ketinggian ini pilot MiG dapat menyelamatkan diri. Dengan ditemani oleh Wingmannya, Letnan Salvadore Kemp, Jabara membuntuti buruannya yang sudah tak berdaya untuk memastikan MiG yang ditembaknya benar-benar jatuh.
Dalam pertempuran ini juga, Jabara masih menambah satu korban lagi yang membuat jumlah total MiG yang dibabatnya menjadi enam buah. Skor yang lebih dari cukup bagi Jabara buat menyandang gelar ace. Sekaligus menjadikannya pilot Sabre pertama yang menyabet gelar itu.
4.      AKHIR PERANG
Perang ini berakhir pada 27 Juli 1953 saat Amerika Serikat, Republik Rakyat Cina, dan Korea Utara menandatangani persetujuan gencatan senjata. Presiden Korea Selatan, Syngman Rhee, menolak menandatanganinya namun berjanji menghormati kesepakatan gencatan senjata tersebut. Namun secara resmi, perang ini belum berakhir sampai dengan saat ini.
KESIMPULAN
Perang yang terjadi disebabkan oleh kedua kubu yang memiliki masing-masing paradigm/paham yang ingin mempengaruhi Negara. Salah satunya Korea Selatan dan Korea Utara yang tidak lain kedua Negara tersebut adalah satu Negara. Pada dasarnya Perang Korea ini adalah perang yang Dimandatkan pada kedua Negara tersebut yang ingin menguasi berbagi sumber daya yang di miliki masing-masing Negara yang mereka pengaruhi.
REFERENSI
·         www. Sejarah Perang Korea.htm

1 komentar: